Maandag 24 Junie 2013

lanjutan makalah Himawaris



HISAB MAWARIS

            Hisab adalah cara untuk dapat menetapkan bilangan yang tidak pecah, yang paling kecil, yang keluar saham-saham, yang telah ditetapkan dan menta’shibkan masalah.
            Didalam membagi harta peninggalan kepada para waris, kita harus mengetahui dengan sebaik-baiknya, hal-hal di bawah ini:
Ø  Fardlu yang berhak diambil oleh waris-waris yang menjadi ashhabul furudl. Mengetehui furudl itu berpautan untuk mengetahui keadaan dzawil furudl bersama waris-waris yang lain.
Ø  Bilangan yang paling kecil yang mungkin diambil saham-saham para waris tanpa di pecahkan.
Ø  Kadar suatu bagian dari harta peninggalan.
Ø  Bilangan saham dari tiap-tiap waris yang berhak menerima.
Ø  Jumlah bagian dari tiap-tiap waris dari harta peninggalan.
Apabila tidak ada yang ditinggalkan oleh orang yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal selain dari seorang waris, maka kita tidak perlu membagi harta peninggalan, karena waris yang seorang itu menghabiskan semua harta peninggalannya, tidak ada yang bergabung baik dia ‘ashib, shahib, faradl ataupun dzurahim.
Cara pembagian harta pusaka antara dua orang bersaudara ( laki-laki dan perempuan) hendaklah tiap laki-laki mendapatkan dua kali dari bagian tiap-tiap perempuan. Misalnya anak perempuannya hanya seorang dan satu anak laki-laki yang ditinggalkan oleh bapaknya maka anak laki” mendapatkan 2/3 bagian sedangkan anak perempuan mendapatkan 1/3 bagian.
Allah berfirman didalam surah An-Nisa ayat 176:

Artinya: “Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri atas) saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sebanyak bagian dua orang saudara perempuan.” (QS. An-Nisa: 176)


Pembagian harta warisan
a.       Kasus masalah dua
Jika seseorang yang meninggal dengan meninggalkan :
·         Suami, saudara perempuan sekandung atau sebapa
·         Anak perempuan dan paman, maka anak perempuan mengambil setengah dengan jalan fardlu dan setengah lagi dengan jalan ta’shib.
Firman Allah dalam surah an-nisa:


Artinya : “ jika anak perempuan itu hanya seorang, maka ia memperoleh separo harta.” (QS. An-Nisa: 11)

b.      Kasus masalah tiga
Jika seseorang yang meninggal dengan meninggalkan :
·         Ibu dan paman, maka ibu mengambil sepertiga dengan jalan fardlu dan selebihnya diambil oleh paman dengan jalan ta’shib.
·         Dua anak perempuan dan paman, dua anak perempuan tersebut mengambil dua pertiga dan selebihnya diambil oleh paman.
·         Dua saudara perempuan sekandung atau sebapa dan dua saudara seibu, maka dua saudara perempuan sekandung atau sebapa mengambil dua pertiga, dan sepertiganya diambil oleh dua saudara seibu.

c.       Kasus masalah empat
Jika seseorang  yang meninggalkan dengan meninggalkan :
·         Istri dan paman,
·         Suami, anak perempuan dan paman
·         Istri, bapak dan ibu, maka istri mendapat seperempat dari jumlah harta, ibu mendapat sepertiga dari harta yang tinggal,dan ayah mendapat dua pertiga dari harta yang tinggal.

d.      Kasus masalah enam
Jika seseorang yang meninggal dengan meninggalkan ;
·         Nenek dan paman, maka nenek mendapatkan bagian seperenam sedangkan paman mengambil selebihnya dengan jalan ta’shib.
·         Nenek, anak perempuan dan paman, maka nenek mendapatkan seperenam, anak perempuan mendapat setengah dan selebihnya diambil olen paman.
·         Ibu, dua anak perempuan dan paman, maka ibu mendapat seperenam, dua pertiga untuk dua anak perempuan, selebihnya untuk paman dengan jalan ta’shib.
·         Suami dan saudara perempuan sekandung, maka suami mendapat setengah dan saudara perempuan sekandung dua pertiga

e.       Kasus masalah delapan
Jika seseorang yang meninggal dengan meninggalkan :
·         Istri dan anak laki-laki, maka istri mendapatkan seperlapan dan selebihnya diambil anak laki-laki.
·         Istri, anak perempuan dan paman, maka istri mendapat seperlapan, anak perempuan mendapat setengah dan selebihnya paman.
Firman Allah dalam surah An-Nisa: 12

jika kamu mempunyai anak, maka para istri itu menperoleh seperlapan dari harta yang kamu tinggalkan.” (QS. An-Nisa: 12)

f.       Kasus masalah dua belas
·         Pokok bagi segala masalah yang terdapat seperempat dan sepertiga, seperti seseorang meninggal dengan meninggalkan istri, ibu dan paman.
·         Terdapat seperempat dan dua pertiga, seperti seseorang meninggal dengan meninggalkan istri, dua saudara perempuan sekandung atau sebapa dan paman.
·         Atau terdapat seperempat dan seperenam. Masalah dua belas ini di’aulkan kepada tiga belas, lima belas, dan tujuh belas. Tidak boleh di’aulkan masalah ini kepada yang lebih dari itu.

g.       Masalah dua puluh empat
·         Pokok bagi segala masalah yang terdapat seperlapan dan seperenam seperti seseorang meninggal dengan meninggalkan  istri, ibu dan anak laki-laki.
·         Seperlapan dan dua pertiga , seperti seseorang meninggal dengan meninggalkan istri, dua anak perempuan dan cucu laki-laki dari anak lelaki, dan meninggalkan istri,ibu, bapak dan dua anak perempuan.
Masalah dua puluh empat ini boleh di’aulkan kepada dua puluh tujuh dan tidak boleh kepada yang lebih dari itu lagi.





DAFTAR PUSTAKA


Sabiq Sayyid, fiqih sunnah,Bandung, PT. Al-Ma’arif, 1987
Ash- Siddieqy Hasbi, fiqih mawaris, Semarang, PT. Pustaka Rizky Putra, 1997
Hafsah, fiqh, Bandung, cita pustaka, 2011
Rasjid Sulaiman, fiqh islam, Bandung, sinar baru algensindo, 2012
Rifa’I Mohammad, ilmu fiqih islam lengkap, Semarang, karya toha putra, 1978

fiqih, makalah himawaris



BAB I
PENDAHULUAN
            Dalam kehidupan sehari- hari kita banyak mendengarkan kata-kata warisan. Kita sering mengucapkan kata tersebut, namun kita tidak mengetahui makna dan pembagiannya. Banyak orang yang berselisih karena tidak mengetahui pembagian dalam harta warisan. Oleh sebab itu kita harus mempelajari tentang ilmu warisan atau disebut juga sebagai ilmu faraidh. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW
yang artinya : Dari Abu Hurairah, bahwa Nabi SAW bersabda : “ pelajarilah faraidh dan ajarkanlah kepada manusia, karena faraidh adalah separuh dari ilmu dan akan dilupakan. Faraidhlah ilmu yang pertama kali dicabut dari umatku.“ ( H.R. Ibnu Majah dan Ad- Daruquthni )

            Dalam hadis ini Rasulullah SAW mengatakan bahwa ilmu yang pertama kali di cabut oleh Allah yaitu ilmu faraidh. Oleh karena itu kita harus mempelajarinya dan mengamalkannya, agar manusia tidak melupakan ilmu faraidh tersebut. Ilmu faraidh membahas tentang definisi warisan, rukun waris, syarat-syarat pewarisan, sebab memperoleh warisan, penghalang pewarisan, orang-orang yang berhak menerima warisan dan masih banyak lagi yang dibahas dalam ilmu faraidh tersebut.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian 
Warisan adalah harta pusaka yang ditinggalkan seseorang karena meninggal dunia. Dalam bahasa Arab adalah Al-miirats yaitu bentuk mashdar (infinitif) dari kata waritsa-yaritsu-irtsan-miiraatsan. Maknanya menurut bahasa ialah 'berpindahnya sesuatu dari seseorang kepada orang lain, atau dari suatu kaum kepada kaum lain. Kata lain dari warisan adalah Faraidh. Yaitu aturan- aturan pembagian harta pustaka yang ditinggalkan seseorang karena meninggal dunia. Harta peninggalan tersebut harus dibagi-bagi sesuai dengan yang telah ditetapkan dalam nash setelah sebelumnya diselesaikan biaya pengurusan dan penguburannya.
Kata faraidh adalah jamak dari faridhah yang diambil dari kata fardh yang artinya takdir ( ketentuan). Dalam istilah syara’ yaitu bagian yang telah ditentikan bagi ahli waris. Ilmu yang mempelajari tentang warisan dinamakam Ilmu miraats dan ilmu faraidh.
Warisan itu adalah peninggalan yang berbentuk harta, karena sesunggungnya Allah telah mewajibkan warisan pada harta bukan pada yang lain, yang ditinggalkan manusia sesudah  ia mati.
1.      Rukun waris
Waris menuntut adanya tiga hal, yaitu:
·         Pewaris ( al- waarits ) yaitu orang yang mempunyai hubungan penyebab kewarisan dengan mayit sehingga ia memperoleh warisan.
·         Orang yang mewariskan ( al- muwarrits) yaitu mayit itu sendiri, baik nyata ataupun yang dinyatakan mati secara hokum.
·         Harta yang diwariskan ( al- mauruuts ) yaitu harta atau hak yang dipindahkan dari yang mewariskan kepada pewaris.
2.      Sebab- sebab memperoleh warisan
Warisan itu diperoleh dengan empat sebab, yaitu:
·         Nasab hakiki ( kerabat yang sebenarnya )
Karena firman Allah SWT dalam surah al-anfaal : 75

Artinya : “ orang- orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamamu daripada yang bukan  kerabat didalam Kitab Allah. “ ( QS. Al-Anfaal : 75 )

·         Nasab hukmi ( kerabat yang diperoleh karena memerdekakan )
Karena sabda Rasulullah SAW
Artinya : “ wala itu adalah kerabat seperti kekerabatan karena nasab.” (HR. Ibnu Hibban dan Al-Hakkim dan dia menshahihkannya )

·         Perkawinan yang sahih
Karena firman Allah dalam surah Annisa ayat 12
Artinya : “dan bagimu seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istrimu.”

·         Hubungan islam
Orang yang meninggal apabila tidak ada ahli warisnya yang tertentu, maka harta peninggalannya diserahkan ke baitulmal untuk umat islam dengan jalan pusaka.
Rasulullah SAW  bersabda :
Artinya: saya menjadi waris orang yang tidak mempunyai ahli waris. ( HR. Ahmad dan Abu Dawud )


1.      Penghalang- penghalang  pewarisan
Penghalang seseorang untuk mendapatkan warisan, yaitu :
·         Perbudakan
·         Pembunuhan dengan sengaja yang diharamkan
Rasulullah SAW bersabda
 “ orang yang membunuh itu tidak mendapatkan warisan sedikitpun.” (HR. An-Nasa’I )
 
·         Berlainan agama
Hadis yang diwirayatkan oleh empat orang ahli hadis, dari Usamah bin Zaid, bahwa Nabi SAW bersabda:
“seseorang muslim tidak mewarisi dari seorang kafir, dan seorang kafir pun tidak mewarisi dari seorang muslim.”

·         Berbeda negara
·         Murtad
Orang yang keluar dari agama islam tidak mendapat harta pusaka dari keluarganya yang masih tetap memeluk agama islam, dan sebaliknya.
Rasulullah SAW bersabda:
Artinya : dari Abu Bardah, ia berkata, “ Rasulullah saw  telah mengutusku untuk menemui seorang laki-laki yang kawin dengan istri bapaknya. Nabi saw menyuruh supaya aku membunuh laki-laki tersebut dan membagi hartanya sebagai harta rampasan, sedangkan laki-laki tersebut murtad.”

2.      Syarat- syarat  pewarisan
Pewarisan itu mempunyai tiga syarat, yaitu:
·         Kematian orang yang mewariskan, baik kematian secara nyata ataupun secara hukum
·         Pewaris itu hidup setelah orang yang mewariskan meninggal.
·         Bila tidak ada penghalang yang menghalangi pewarisan.

1.      Orang-orang yang berhak menerima warisan
Menurut mazhab Hanafi, orang- orang yang menerima warisan yaitu:
1.      Ashhabul Furudh
2.      Ashabah Nasabiyah
3.      Ashabah Sababiyah
4.      Radd kepada Ashhaabul Furuudh
5.      Dzawul Arhaam
6.      Maulah Muwaalah
7.      Orang yang dilakukan nasabnya kepada orang lain
8.      Orang yang menerima wasiat melebihi sepertiga harta peninggalan
9.      Baitulmal
Menurut kitab undang-undang warisan yang berlaku  di Mesir adalah sebagai berikut:
1.      Ashhabul Furudh
2.      Ashabah Nasabiyah
3.      Radd kepada Dzawul Furuudh
4.      Dzawul Arhaam
5.      Radd kepada salah seorang suami istri
6.      Ashabah Sababiyah
7.      Orang yang diakukan kepada nasab orang lain
8.      Orang yang menerima wasiat semua harta peninggalan
9.      Baitulmal

1.      Ashhabul Furudh
Ashhabul furudh adalah mereka yang mempunyai bagian dari keenam bagian yang telah ditentukan bagi mereka, yaitu ½, ¼, 1/8, 2/3, 1/3, dan 1/6.
Ashhabul furudh itu ada dua belas orang, yaitu:
·         Empat laki-laki yang terdiri dari ayah, kakek yang sah dan seterusnya ke atas, saudara laki-laki seibu, dan suami.
·         Delapan perempuan yang terdiri dari istri, anak perempuan, saudara perempuan sekandung, saudara perempuan seayah, saudara perempuan seibu, anak perempuan dari anak laki-laki, ibu dan nenek.
2.      ‘Ashabah
‘Ashabah yaitu orang yang berhak mendapatkan pusaka dan pembagiannya tidak ditetapkan dalam salah satu enam macam pembagian tersebut. Ahli waris ‘ashabah menerima salah satu diantara dua yaitu menerima seluruh pusaka atau menerima sisa pusaka.
Ahli waris yang termasuk golongan ‘ashabah yaitu:
1.      Anak laki-laki
2.      Anak  laki-laki dari anak laki-laki ( cucu ) laki-laki terus kebawah
3.      Ayah
4.      Datuk laki- laki terus ke atas
5.      Saudara laki-laki seibu seayah
6.      Saudara laki-laki seayah
7.      Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah seibu
8.      Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah
9.      Paman seibu seayah
10.  Paman seayah
11.  Anak laki-laki dari paman laki-laki seibu seayah
12.  Anak laki- laki dari paman seayah
13.  Laki- laki yang memerdekakan
14.  Perempuan yang memerdekakan