HISAB
MAWARIS
Hisab
adalah cara untuk dapat menetapkan bilangan yang tidak pecah, yang paling kecil,
yang keluar saham-saham, yang telah ditetapkan dan menta’shibkan masalah.
Didalam
membagi harta peninggalan kepada para waris, kita harus mengetahui dengan
sebaik-baiknya, hal-hal di bawah ini:
Ø
Fardlu
yang berhak diambil oleh waris-waris yang menjadi ashhabul furudl. Mengetehui
furudl itu berpautan untuk mengetahui keadaan dzawil furudl bersama waris-waris
yang lain.
Ø
Bilangan
yang paling kecil yang mungkin diambil saham-saham para waris tanpa di
pecahkan.
Ø
Bilangan
saham dari tiap-tiap waris yang berhak menerima.
Apabila tidak ada yang
ditinggalkan oleh orang yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal selain dari
seorang waris, maka kita tidak perlu membagi harta peninggalan, karena waris
yang seorang itu menghabiskan semua harta peninggalannya, tidak ada yang
bergabung baik dia ‘ashib, shahib, faradl ataupun dzurahim.
Cara pembagian harta pusaka
antara dua orang bersaudara ( laki-laki dan perempuan) hendaklah tiap laki-laki
mendapatkan dua kali dari bagian tiap-tiap perempuan. Misalnya anak
perempuannya hanya seorang dan satu anak laki-laki yang ditinggalkan oleh
bapaknya maka anak laki” mendapatkan 2/3 bagian sedangkan anak perempuan
mendapatkan 1/3 bagian.
Allah berfirman didalam surah
An-Nisa ayat 176:
Artinya: “Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri atas) saudara laki-laki dan
perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sebanyak bagian dua orang
saudara perempuan.” (QS. An-Nisa: 176)
Pembagian harta warisan
a. Kasus masalah dua
Jika seseorang yang meninggal
dengan meninggalkan :
·
Suami,
saudara perempuan sekandung atau sebapa
·
Anak
perempuan dan paman, maka anak perempuan mengambil setengah dengan jalan fardlu
dan setengah lagi dengan jalan ta’shib.
Firman
Allah dalam surah an-nisa:
Artinya
: “ jika anak perempuan itu hanya seorang, maka ia memperoleh separo harta.”
(QS. An-Nisa: 11)
b. Kasus masalah tiga
Jika seseorang yang meninggal
dengan meninggalkan :
·
Ibu
dan paman, maka ibu mengambil sepertiga dengan jalan fardlu dan selebihnya
diambil oleh paman dengan jalan ta’shib.
·
Dua
anak perempuan dan paman, dua anak perempuan tersebut mengambil dua pertiga dan
selebihnya diambil oleh paman.
·
Dua
saudara perempuan sekandung atau sebapa dan dua saudara seibu, maka dua saudara
perempuan sekandung atau sebapa mengambil dua pertiga, dan sepertiganya diambil
oleh dua saudara seibu.
c. Kasus masalah empat
Jika seseorang yang meninggalkan dengan meninggalkan :
·
Istri
dan paman,
·
Suami,
anak perempuan dan paman
·
Istri,
bapak dan ibu, maka istri mendapat seperempat dari jumlah harta, ibu mendapat
sepertiga dari harta yang tinggal,dan ayah mendapat dua pertiga dari harta yang
tinggal.
d. Kasus masalah enam
Jika seseorang yang meninggal dengan
meninggalkan ;
·
Nenek
dan paman, maka nenek mendapatkan bagian seperenam sedangkan paman mengambil
selebihnya dengan jalan ta’shib.
·
Nenek,
anak perempuan dan paman, maka nenek mendapatkan seperenam, anak perempuan
mendapat setengah dan selebihnya diambil olen paman.
·
Ibu,
dua anak perempuan dan paman, maka ibu mendapat seperenam, dua pertiga untuk
dua anak perempuan, selebihnya untuk paman dengan jalan ta’shib.
·
Suami
dan saudara perempuan sekandung, maka suami mendapat setengah dan saudara
perempuan sekandung dua pertiga
e. Kasus masalah delapan
Jika seseorang yang meninggal
dengan meninggalkan :
·
Istri
dan anak laki-laki, maka istri mendapatkan seperlapan dan selebihnya diambil
anak laki-laki.
·
Istri,
anak perempuan dan paman, maka istri mendapat seperlapan, anak perempuan
mendapat setengah dan selebihnya paman.
Firman
Allah dalam surah An-Nisa: 12
“jika kamu mempunyai anak, maka para istri
itu menperoleh seperlapan dari harta yang kamu tinggalkan.” (QS. An-Nisa:
12)
f. Kasus masalah dua belas
·
Pokok
bagi segala masalah yang terdapat seperempat dan sepertiga, seperti seseorang
meninggal dengan meninggalkan istri, ibu dan paman.
·
Terdapat
seperempat dan dua pertiga, seperti seseorang meninggal dengan meninggalkan
istri, dua saudara perempuan sekandung atau sebapa dan paman.
·
Atau
terdapat seperempat dan seperenam. Masalah dua belas ini di’aulkan kepada tiga
belas, lima belas, dan tujuh belas. Tidak boleh di’aulkan masalah ini kepada
yang lebih dari itu.
g. Masalah dua puluh empat
·
Pokok
bagi segala masalah yang terdapat seperlapan dan seperenam seperti seseorang
meninggal dengan meninggalkan istri, ibu
dan anak laki-laki.
·
Seperlapan
dan dua pertiga , seperti seseorang meninggal dengan meninggalkan istri, dua
anak perempuan dan cucu laki-laki dari anak lelaki, dan meninggalkan istri,ibu,
bapak dan dua anak perempuan.
Masalah dua puluh empat ini boleh
di’aulkan kepada dua puluh tujuh dan tidak boleh kepada yang lebih dari itu
lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Sabiq
Sayyid, fiqih sunnah,Bandung, PT.
Al-Ma’arif, 1987
Ash-
Siddieqy Hasbi, fiqih mawaris, Semarang,
PT. Pustaka Rizky Putra, 1997
Hafsah, fiqh, Bandung, cita pustaka, 2011
Rasjid
Sulaiman, fiqh islam, Bandung, sinar
baru algensindo, 2012
Rifa’I
Mohammad, ilmu fiqih islam lengkap, Semarang,
karya toha putra, 1978